
NUSANTARA — Menjelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI, fenomena pengibaran bendera bajak laut “Topi Jerami” dari serial One Piece marak terjadi di berbagai daerah. Warga menggunakan simbol ikonik dari budaya pop Jepang ini sebagai bentuk ekspresi, bahkan solidaritas. Fenomena ini pun menjadi perbincangan hangat di publik dan media sosial.
Pakar Hukum: Legal, Asal Tidak Langgar Simbol Negara
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyatakan bahwa tidak ada aturan atau undang-undang yang melarang pengibaran bendera One Piece.
“Selama tidak mengandung simbol terlarang seperti lambang organisasi teroris, maka tidak melanggar hukum,” tegasnya.
“Bahkan, kebebasan berekspresi dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.”
Fickar juga mencontohkan bahwa warga kerap mengibarkan bendera putih saat berduka atau bendera klub sepak bola saat pertandingan. Oleh karena itu, selama tidak mengganggu ketertiban dan tidak menggantikan simbol negara, pengibaran tersebut sah secara hukum.
Pakar Komunikasi: Ini Bukan Tren, Tapi Simbol Sosial
Di sisi lain, Pakar Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya, Anang Sujoko, melihat fenomena ini sebagai bentuk kritik sosial. Menurutnya, masyarakat menggunakan simbol budaya populer seperti bendera One Piece untuk menyampaikan ketidakpuasan terhadap kondisi sosial-politik.
“Simbol ini merepresentasikan perasaan ‘tidak didengar’. Artinya, masyarakat menyuarakan keresahan dengan cara yang tidak frontal,” jelas Anang.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar pemerintah tidak merespons fenomena ini secara represif. Sebaliknya, pemerintah perlu membuka ruang dialog dan memaknai simbol ini sebagai isyarat komunikasi khas budaya tinggi (high-context culture).
GP Ansor: Boleh Ekspresif, Tapi Jangan Lupa Simbol Negara
Ketua Badan Siber GP Ansor, Ahmad Luthfi, menyatakan bahwa GP Ansor tidak mempermasalahkan ekspresi melalui simbol budaya pop, termasuk bendera One Piece. Namun, ia tetap mengingatkan bahwa posisi bendera Merah Putih tidak boleh tergantikan, apalagi dilampaui secara simbolis.
“Silakan berekspresi. Tapi jangan pasang bendera budaya lebih tinggi dari Merah Putih. Itu soal penghormatan,” katanya.
Menurutnya, nilai-nilai di One Piece seperti keberanian, petualangan, dan solidaritas sejatinya selaras dengan semangat kebangsaan. Namun, semua bentuk ekspresi harus tetap dalam bingkai konstitusi.
Kutipan Gus Dur Kembali Viral
Sebagai pengingat, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah berkata:
“Kalian boleh mengibarkan bendera lain, tapi jangan lebih tinggi dari Merah Putih.”
Kutipan ini menjadi penguat bahwa kebebasan berekspresi tetap bisa selaras dengan semangat kebangsaan.
Jelang 17 Agustus, Saatnya Refleksi
Ahmad Luthfi menutup pernyataannya dengan ajakan reflektif menjelang peringatan kemerdekaan. Ia menegaskan bahwa kemerdekaan tidak hanya berarti bebas, tetapi juga bertanggung jawab terhadap simbol negara.
“Kemerdekaan kita lahir dari darah dan air mata. Tugas kita adalah menjaga makna dan kehormatannya.”
Oleh karena itu, ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama menjaga nilai-nilai kemerdekaan. Terutama dengan tidak mengabaikan simbol-simbol kedaulatan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan.(Far)
📌 NETIZEN BORNEO — Suara Warga Kalimantan, Mata Hati Borneo
🌐 Website: www.netizenborneo.com
📱 Instagram & Threads: @netizen_neo
🎥 TikTok: @netizen__neo
📞 WA Redaksi: 0896-4642-1855
✉️ Email: netizen.neo@hotmail.com