
KUTAI KARTANEGARA – Persoalan lahan warga Desa Sebuntal, Kecamatan Marangkayu, yang terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Marangkayu, kembali dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPRD Kukar, Rabu (9/7/2025).
RDP yang berlangsung dua hari ini membuat puluhan warga terpaksa bermalam di rumah rakyat, yakni Gedung DPRD Kukar, sejak Selasa (8/7/2025).
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kukar Ahmad Yani, didampingi sejumlah anggota Komisi I: Desman Minang Endianto, Jamhari, Safruddin, dan Sugeng Hariadi. Hadir pula berbagai instansi serta pemangku kepentingan terkait.
18 Tahun Menunggu, Warga Tak Kunjung Dapat Ganti Rugi
Sejak 2007, warga Marangkayu belum juga menerima ganti rugi atas lahan, rumah, dan tanam tumbuh yang kini terdampak proyek bendungan. Ahmad Yani menegaskan bahwa DPRD Kukar telah berkali-kali memediasi persoalan ini, bahkan Pj Gubernur Kaltim juga pernah turun tangan. Namun hingga kini, belum ada penyelesaian nyata.
“Ini persoalan tidak masuk akal. Alasan pembayaran belum bisa dilakukan karena adanya Hak Guna Usaha (HGU) PTPN, padahal HGU itu sendiri tidak bisa dipertanggungjawabkan,” kata Ahmad Yani usai memimpin rapat.
HGU Dianggap Tak Aktif dan Tak Relevan
Menurutnya, HGU PTPN yang disebut-sebut sebagai penghalang tidak menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Bahkan tidak ada aktivitas perkebunan maupun bukti penanaman di atas lahan tersebut. Selain itu, Dinas Perkebunan Kukar menyatakan bahwa perusahaan HGU tersebut tidak aktif.
“Seharusnya HGU itu gugur karena ada proyek strategis nasional. Tidak boleh saling menuntut. Yang punya hak itu masyarakat yang tinggal dan menggarap tanah tersebut selama puluhan tahun,” tegas Yani.
BWS Sudah Siap Bayar, Tinggal Menunggu Instruksi BPN
Balai Wilayah Sungai (BWS) sebenarnya sudah siap melakukan pembayaran ganti rugi. Namun langkah itu masih terganjal karena belum adanya perintah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Masalahnya, HGU tersebut berada di Desa Tanjung Limau, sementara yang dipersoalkan adalah Desa Sebuntal.
“Jadi tidak ada kaitannya. Kenapa harus dihalangi dengan alasan-alasan yang dibuat-buat? Itu hanya akal-akalan,” ujar Legislator PDIP ini.
DPRD Ultimatum BPN: Satu Pekan untuk Surati BWS
Dalam kesimpulan rapat, DPRD Kukar memberikan batas waktu satu minggu kepada BPN untuk menyurati BWS agar segera membayar ganti rugi. Secara aturan, disebut Ahmad Yani, tidak ada kendala hukum dalam melanjutkan proses pembayaran.
“Ini jangan dipolitisasi, seolah-olah sengaja diperlambat atau diperdebatkan. Rakyat menjadi korban. Rumah hampir tenggelam, sawah tak bisa lagi jadi sumber penghasilan,” tegasnya.
Proyek Nasional Terhambat karena Sengketa
Kondisi lapangan saat ini menunjukkan bahwa kawasan Bendungan Marangkayu sudah menjadi lembah terisi air, namun proyek strategis nasional itu belum bisa berjalan optimal karena masalah pembebasan lahan belum selesai.
“Kami di DPRD adalah wakil rakyat. Kami ingin PSN ini berjalan lancar, tapi jangan abaikan hak masyarakat. BWS harus melanjutkan pekerjaan dan melakukan pembebasan tanpa terhalang HGU,” pungkasnya.(Nur)
📍 NETIZEN BORNEO – Suara Warga Kalimantan, Mata Hati Borneo
🌐 Website: www.netizenborneo.com
📱 Instagram & Threads: @netizen_neo
🎥 TikTok: @netizen__neo
📩 Email Redaksi: netizen.neo@hotmail.com
💬 WhatsApp Media Center: 0896-4642-1855