
TARAKAN – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kalimantan Utara menemukan dugaan praktik penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) di salah satu SMP Negeri di Kota Tarakan. Penjualan ini terjadi di kantin sekolah dan dilakukan oleh keluarga salah satu guru.
Baku Dwi Tanjung, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan ORI Kaltara, menyampaikan bahwa guru mendorong siswa untuk membeli LKS. Hal ini terjadi karena guru lebih suka menggunakan LKS untuk latihan soal dibanding buku paket dari dana BOS, yang hanya berisi materi teori.
“Guru tak perlu lagi membuat soal karena LKS sudah menyediakan. Siswa pun diarahkan untuk membeli,” ujar Baku saat konferensi pers, Jumat (4/7/2025).
ORI menilai praktik ini bukan sekadar bisnis terselubung, tetapi juga berdampak buruk pada proses belajar-mengajar. Siswa yang tidak membeli LKS mendapat perlakuan berbeda. Mereka harus mencatat soal terlebih dahulu sebelum mengerjakan, sementara siswa yang memiliki LKS bisa langsung menjawab.
“Ini bukan kewajiban secara formal, tapi kondisi di kelas membuat siswa merasa harus membeli. Ada kesenjangan yang muncul,” tegasnya.
Tak hanya itu, siswa harus membeli seluruh paket LKS untuk semua mata pelajaran. Jika ada 10 mata pelajaran, maka mereka harus membeli 10 buku LKS. Hal ini tentu memberatkan, terutama bagi keluarga kurang mampu.
ORI Kaltara sudah menyampaikan temuan ini kepada Dinas Pendidikan Kota Tarakan dan DPRD Tarakan. Mereka berharap pemerintah segera bertindak.
“Kami ingin dunia pendidikan bebas dari praktik yang membebani siswa dan keluarga. Disdik harus mengawasi lebih ketat,” ujar Baku.
Pihak kepala sekolah membantah telah mewajibkan pembelian LKS. Namun ORI menilai, sistem belajar yang diterapkan tetap menimbulkan diskriminasi.(Yun)
📍 NETIZEN BORNEO – Sorotan Kalimantan, Suara Warga
🌐 Website: netizenborneo.com
📲 WhatsApp Media: 0896-4642-1855
📩 Email Redaksi: netizen.neo@hotmail.com
📸 Instagram & Threads: @netizen_neo
🎥 TikTok: @netizen__neo